Selasa, 19 Agustus 2008

Elizabeth, Film tentang Pengukuhan Kekuasaan Perempuan



Satu lagi muncul karya yang makin mengukuhkan kemampuan perempuan sebagai sumber kekuasaan. Sebuah film berjudul Elizabeth: The Golden Age, besutan sutradara Shekhar Kapur ini makin membuktikan betapa kemampuan seorang perempuan memimpin sebuah negara adi daya di abad 16. di tangan seorang perawan, Inggris diceritakan telah mampu mengalahkan musuh-musuhnya dengan keteguhan.

Elizabeth (Cate Blanchet) diceritakan sebagai seorang perempuan yang bebas menentukan pilihan-pilihannya sendiri. Termasuk apakah ia hendak menikah atau tidak. Puluhan pria berbondong-bondong meminang ratu Inggris tersebut. Namun, ego Elizabeth mengatakan untuk menolak mereka. Pada bagian inilah yang meruntuhkan anggapan bahwa seorang perempuan adalah makhluk lemah yang bergantung pada perasaannya. Sebab saat itu dengan otak cemerlangnya, Elizabeth mampu menangkap segala maksud pinangan-pinangan yang menghujaninya. Hingga pada satu titik ia jatuh hati pada seorang pria bernama Raleigh(Cliff Owen).

Lantas, apakah kemudian Elizabeth terjebak pada cintanya seperti layaknya film-film naif yang mengisahkan perempuan yang akhirnya terjebak pada cinta? Pada awalnya, Elizabeth terjebak pada perasaannya sendiri. Ia gunakan kekuasaannya untuk memenjarakan Walshingham yang telah menikahi Bess (Abbie Cornish) tanpa persetujuan sang ratu. Namun rasionalitas Elizabeth pada akhirnya mengampuni keduanya. Akal sehat Elizabeth tak mampu mengelak bahwa Inggris membutuhkan Releigh.

Melalui peperangan Inggris terhadap Spayol di lautan, Elizabeth akhirnya memilih jalan hidupnya sebagai perawan yang akan mengabdikan dirinya pada rakyat Inggris. Keputusan ini benar-benar fenomenal di tengah-tengah budaya yang teramat patriarkis. Ia bahkan sempat menjadi lelucon di kalangan raja-raja Eropa atau bahkan sepupunya sendiri.

Elizabeth I membuktikan bahwa bukan gender atau pun jenis kelamin yang menentukan seseorang mampu memimpin atau tidak. Melainkan kecintaannya terhadap rakyat lah yang membuat ia berhasil memenangkan pertarungan melawan musuh-musuhnya dan membawa Inggris pada kegemilangan.

Film ini benar-benar bisa menjadi cermin bagi siapa pun yang masih mempertimbangkan lebih gender atau pun seks dari pada kualitas intelektual saat memilih pemimpin.

Tidak ada komentar: